Friday, September 7, 2012

Budaya Kerja Suatu Perusahaan


haii... kali ini saya ingin memposting budaya kerja dari 2 perusahaan negara, yaitu PLN dan Telkom.. semoga bermanfaat... ^^
Banyaknya definisi tentang budaya organisasi diajukan oleh para pakar seperti halnya Robbins (1996) yang telah mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu "Persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu dan menjadi suatu sistem dari makna bersama."Sementara itu, Schein (1991) memilih definisi yang dapat menjelaskan bagaimana budaya berkembang, bagaimana budaya itu menjadi seperti sekarang ini, atau bagaimana budaya dapat diubah jika kelangsungan hidup organisasi sedang dipertaruhkan. Untuk itu diperlukan definisi yang dapat membantu memahami kekuatan-kekuatan evolusi dinamik yang mempengaruhi suatu budaya berkembang dan berubah. Schein akhirnya memberikan definisi yang lebih dapat diterima oleh berbagai pihak yaitu bahwa budaya organisasi merupakan: "A pattern of basic assumptions that a given group has invented, discovered, or developed in learning to cope with its problems of external adaptation and internal integration, and that have worked well enough to be considered valid, and therefore, to perceive, think, and feel in relation to those problems.

"Terdapat beberapa teori utama budaya organisasi yang telah meluas dikenal di kalangan teoritisi dan praktisi organisasi. Pertama adalah teori yang dikemukakan oleh Kluckhon-Strodtbeck (dalam Robbins 1996) yang mengemukakan enam dimensi budaya dasar. Masing-masing dimensi ini memiliki variasi yang membedakan antara budaya yang satu dengan budaya lainnya.
Dimensi pertama adalah hubungan dengan lingkungan yang memiliki variasi dominasi terhadap lingkungan, harmoni dengan lingkungan, dan tunduk atau didominasi oleh lingkungan. Dimensi kedua adalah orientasi waktu yang memiliki variasi tentang orientasi pada masa lalu, masakini, dan masa depan. Dimensi ketiga adalah kodrat atau sifat dasar manusia yang bervariasi tentang pandangan bahwa pada dasarnya manusia itu baik, atau buruk, atau campuran antara baik dan buruk. Dimensi keempat adalah orientasi kegiatan yang memiliki variasi adanya penekanan untuk melakukan tindakan, penekanan untuk menjadi atau mengalami sesuatu, dan penekanan pada upaya mengendalikan kegiatan. Dimensi kelima ialah fokus tanggung jawab yang mempunyai variasi individualistis, kelompok, atau hierarkis. Dimensi terakhir yaitu konsep ruang yang tumpuan variasinya terletak pada kepemilikan ruang yang terbagi pada variasi pribadi, publik atau umum, dan campuran antara keduanya.Teori berikutnya diungkapkan oleh Hofstede (1980 dan 1984) setelah mempelajari budaya organisasi berbagai negara yang akhirnya melahirkan empat dimensi budaya, yaitu: individualisme, jarak kekuasaan, penghindaran ketidak-pastian, dan tingkat maskulinitas. Individualisme berarti kecenderungan akan kerangka sosial yang terajut longgar dalam masyarakat dimana individu dianjurkan untuk menjaga diri mereka sendiri dan keluarga dekatnya. Kolektivisme berarti kecenderungan akan kerangka sosial yang terajut ketat dimana individu dapat mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak. Isu utama dalam dimensi ini adalah derajat kesaling-tergantungan suatu masyarakat diantara anggota-anggotanya. Hal ini berkait dengan konsep diri masyarakat : "saya" atau "kami". Jarak kekuasaan merupakan suatu ukuran dimana anggota dari suatu masyarakat menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak didistribusikan secara merata. Hal ini mempengaruhi perilaku anggota masyarakat yang kurang berkuasa dan yang berkuasa. Orang-orang dalam masyarakat yang memiliki jarak kekuasaan besar menerima tatanan hirarkis dimana setiap orang mempunyai suatu tempat yang tidak lagi memerlukan justifikasi. Orang-orang dalam masyarakat yang berjarak kekuasaan kecil menginginkan persamaan kekuasaan dan menuntut justifikasi atas perbedaan kekuasaan.Isu utama atas dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat menangani perbedaan diantara penduduk ketika hal tersebut terjadi. Hal ini mempunyai konsekuensi jelas terhadap cara orang-orang membangun lembaga dan organisasi mereka (Hofstede 1983). Penghindaran ketidakpastian merupakan tingkatan dimana anggota masyarakat merasa taknyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan mereka untuk mempercayai kepastian yang menjanjikan dan untuk memelihara lembaga-lembaga yang melindungipenyesuaian. Masyarakat yang memiliki penghindaran ketidakpastian yang kuat menjaga kepercayaan dan perilaku yang ketat dan tidak toleran terhadap orang dan ide yang menyimpang.Masyarakat yang mempunyai penghindaran ketidakpastian yang lemah menjaga suasana yang lebih santai dimana praktek dianggap lebih dari prinsip dan penyimpangan lebih dapat ditoleransi. Isu utama dalam dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat bereaksi atas fakta yang datang hanya sekali dan masa depan yang tidak diketahui. Apakah ia mencoba mengendalikan masa depan atau membiarkannya berlalu. Seperti halnya jarak kekuasaan, penghindaran ketidakpastian memiliki konsekuensi akan  cara orang-orang mengembangkan lembaga dan organisasi mereka. Maskulinitas berarti kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi, kepahlawanan,ketegasan, dan keberhasilan material. lawannya, feminitas berarti kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan, perhatian pada yang lemah, dan kualitas hidup. Isu utama pada dimensi ini adalah cara masyarakat mengalokasikan peran sosial atas perbedaan jenis kelamin. Semangat penelitian Hofstede (dalam Gibson & Ivanicevich & Donnely 1996) ini mengundang perkembangan telaah budaya organisasi yang semakin meluas di kalangan teoritisi organisasi dan manajemen. Namun demikian beberapa kritik tetap dilontarkan berkaitan dengan keterbatasan penelitian tersebut untuk digeneralisasikan, serta keraguan akan validitas dan reliabilitas instrumen penelitian yang dipergunakan. Selain itu, kritik terutama tertuju pada kemampuan empat dimensi tersebut menjelaskan budaya yang sesungguhnya sehingga dianggap kurang mampu menjelaskan fenomena budaya yang jauh lebih kompleks. Hofstede juga mengasilkan suatu metodologi yang dapat mengidentifikasikan tiga tingkatan budaya:
1.      Artifacts
Struktur atau proses organisasional yang dapat diamati tetapi sulit untuk ditafsirkan.
2.      Espoused Values
Suatu tingkatan budaya yang sudah menjadi tujuan, strategi atau filsafat.
3.      Basic Uderlaying Assumptions
Suatu tingkatan budaya yang sduah menjadi suatu kepercayaan,presepsi, perasaan dan sebagainya, yang menjadi sumber nilai dan tindakan.



1.     Budaya Kerja PT PLN
Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah suatu perusahaan negara yang pengelolaannya ditujukan untuk melayani masyarakat. Sebagai perusahaan pemerintah, PLN dapat dikategorikan sebagai perusahaan jasa kelistrikan yang mengandalkan kualitas pelayanan jasa yang diberikan pada masyarakat. PLN juga merupakan perusahaan yang memproduksi listrik melalui Unit-unit pembangkitnya. Kunci Budaya Organisasi PT PLN adalah: Melayani dengan kualitas.
Sebagaimana sebuah perusahaan negara, PLN banyak mendapatkan sorotan dari berbagai pihak mengenai efektivitas kerja dalam organisasi dan kualitas layanan yang diberikan. Oleh karena itu peningkatan kualitas dan efektivitas kerja menjadi sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari seberapa besar tingkat efektivitas organisasi dalam melaksanakan fungsinya. Sebuah organisasi akan dapat bertahan hidup dan akan dapat berkembang apabila mampu beroperasi secara efektif. Tuntutan yang dihadapi PT. PLN (persero) sebagai salah satu BUMN adalah tekanan untuk meningkatkan kesejahteraan stakeholder -nya, baik itu pemerintah, manajemen, kustomer, supplier, distributor dan sebagainya. Bentuk kongkritnya adalah regulation & political pressure, PT. PLN (Persero) dituntut memberikan pelayanan terbaik dengan biaya atau subsidi yang seminimal mungkin. Social pressure, PT. PLN (Persero) menghadapi tekanan yang semakin besar bagi masyarakat untuk menghasilkan produk yang sangat murah dan berkualitas tinggi. Untuk itu mekanisme penetapan harga dan subsidi sangat penting. Secara internal PT. PLN (Persero) dituntut untuk ekonomis dan efisien agar menjadi entitas bisnis yang tangguh dan profesional sehingga memiliki daya saing secara global. Fokus yang harus diperhatikan oleh PT. PLN (Persero) adalah economy, efficiency, effectiveness, equity and  performance. Dengan kondisi seperti ini, peranan PT. PLN (Persero) dapat berfungsi sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pengembanan ekonomi daerah (engine of growth dan sebagai center of economic activity).
Budaya organisasi merupakan pemegang peran penting dalam pencapaian target perusahaan. Budaya baru yang dikembangkan perusahaan telah ditetapkan PT. PLN (Persero) melalui pedoman perilaku (code of conduct) menjelaskan bagaimana hubungan yang seharusnya terjadi antara atasan terhadap bawahan, bawahan terhadap atasan dan juga hubungan dengan rekan kerja. Didalam buku yang ditetapkan oleh Kantor Pusat PT. PLN (Persero) tersebut juga sudah menerangkan Visi PT. PLN (Persero) yaitu diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang, ungul dan terpercaya dengan bertumbuh pada potensi insani. Dari pengertian visi ini dapat dilihat adanya kebutuhan akan pengembangan potensi yang harus dimiliki oleh setiap karyawan, sehingga karyawan dapat membawa perusahaan terus berkembang juga unggul dalam bidangnya.Pengembangan potensi individu ini sangat bergantung kepada bagaimana perusahaan membentuk pengembangan karir pegawai, dan hal ini sangat berpengaruh pada budaya perusahaan. Didalam buku code of conduct tersebut juga dijelaskan nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar terbentuknya budaya perusahaan. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah saling percaya, integritas, peduli dan pembelajar. Jika nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dengan baik dalam perusahaan maka pengembangan potensi individu tersebut akan menjadi lebih baik. Nilai saling percaya mendorong suasana kerja yang kondusif antara atasan dan bawahan. Nilai integritas akan membawa kerja sama dalam suasana kompetisi yang baik. Sedangkan nilai kepedulian akan membawa semua karyawan, baik itu bawahan ataupun atasan untuk saling peduli. Dimana bawahan peduli akan rencana dan target yang dimiliki oleh atasan dan atasan juga peduli terhadap kebutuhan bawahan, antara lain terhadap pengembangan karir mereka. Nilai pembelajar merupakan nilai yang sangat berpengaruh secara siginifikan terhadap pengembangan potensi individu. Jika karyawan memiliki tingkat nilai pembelajar yang tinggi maka akan semakin mudah untuk meningkatkan kemampuan mereka. Tingkat nilai pembelajar ini juga sangat berpengaruh terhadap pengembangan karir mereka, dimana setiap karyawan akan menilai dan meningkatkan potensi dirinya sebelum menentukan rencana karir mereka.
Budaya yang ada dalam buku code of conduct merupakan budaya dominan yang merupakan panduan perilaku dari para karyawan sehari-harinya. Budaya dominan merupakan kepribadian organisasi secara keseluruhan yang membedakan PT.PLN (Persero) terhadap perusahaan lainnya. Budaya dominan ini akan dipengaruhi oleh kultur-kultur lain yang tumbuh didalam organisasi, yang secara spesifik ditumbuhkan oleh perbedaaan geografis dimana unit-unit PT. PLN (Persero) berada. Budaya yang telah dipengaruhi ini akan membentuk suatu budaya lemah (weak culture) yang menjadi suatu sub budaya baru.
Pengaruh sub budaya ini justru lebih sering dipengaruhi budaya lama yang sudah ada sebelumnya pada unit-unit perusahaan tersebut berada. PT. PLN (Persero) Sektor Tello. Sektor Tello merupakan sub unit yang berada di Makassar, dimana pengaruh budaya lokal juga mempengaruhi Dominant Culture yang telah dibuat oleh Kantor Pusat PT. PLN (Persero) dan membentuk suatu subculture. Pengaruh budaya ini antara lain adalah masih terlihat dengan jelas bagaimana keterikatan keluarga yang masih kental. Pengaruh sub budaya ini juga sangat mempengaruhi pembentukan pengembangan karir karyawan. Dimana kedekatan akan karyawan yang memiliki hubungan keluarga dekat lebih diperhatikan dibandingkan yang tidak memiliki hubungan sama sekali. Pembentukan sub budaya ini semakin kuat ketika agen perubahan budaya (top management ) unit juga masih menggunakan budaya setempat. Sumber daya yang terpenting pada organisasi adalah sumber daya manusia, karena bagaimanapun baiknya organisasi, lengkap sarana dan fasilitas kerja, semuanya tidak akan mempunyai arti penting tanpa manusia yang mengatur, menggunakan dan memeliharanya. Oleh karena pentingnya kedudukan sumber daya manusia dalam mendukung keberhasilan perusahaan ataupun organisasi dalam mencapai tujuannya, maka pengeluaran perusahaan untuk menarik mengembangkan dan mempertahankan karyawan bukan lagi dianggap sebagai biaya, tetapi investasi. Karyawan adalah asset perusaaan yang harus selalu ditingkatkan kualitasnya, yang nantinya akan berpengaruh pada produktivitas dan profibilitas perusahaan jangka panjang. Dalam pemikiran bahwa sumber daya manusia memiliki kedudukan yang semakin penting maka pengelolaan sumber daya ini memerlukan perhatian khusus agar organisasi dapat mencapai tujuannya terutama dalam menghadapi lingkungan bisnis yang semakin kompetitif. PT. PLN (Persero) sebagai salah satu BUMN harus meningkatkan kualitas sumber daya manusianya untuk meningkatkan efesiensi, efektivitas dan performance-nya. Perubahan yang terjadi dalam tubuh PT.PLN (Persero) mendorong pencapaian visi PT. PLN (Persero) yaitu diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang, unggul dan terpercaya dengan bertumbuh pada potensi insani. Nilai-nilai yang muncul dan diakui sebagai pedoman dalam perilaku karyawan PT. PLN (Persero) adalah saling, percaya, integritas, peduli dan pembelajar. Melalui nilai-nilai tersebut maka diharapkan PT. PLN (Persero) dapat memberikan pelayanan jasa ketenaga listrikan yang terbaik dan memenuhi standart ketenaga listrikan yang dapat diterima dunia internasional dan mewujudkan hal itu dengan bertumpu pada kapabilitas seluruh warganya. Nilai-nilai yang diakui tersebut menjadi akar daribudaya organisasi PT. PLN (Persero) Sektor Tello. Pada dasarnya Indikator yang menjadi karakterisitik adanya budaya organisasi adalah: insiatif individual, toleransi terhadap resiko, arah integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas, sistem imbalan, toleransi terhadap konflik dan pola-pola komunikasi. Budaya organisasi melalui indikator-indikator tersebut yang akan menunjukkan apakah budaya organisasi tersebut memberi pengaruh terhadap motivasi kerja karyawan melalui metode pengembangan karir karyawan. Berikut ini akan menganalisa hubungan antara budaya yang terjadi terhadap pengembangan karir karyawan.
Beberapa dimensi asumsi dasar tersebut adalah :
1.      Keterkaitan lingkungan organisasi.
Aspek ini mengamati asumsi yang lebih mendasar tentang hubungan manusia dengan alam dan lingkungan. Dapat dinilai dengan bagaimana anggota-anggota kunci organisasi memandang hubungan tersebut. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini. Pertama tentang bagaimana mereka memandang peran organisasi dalam masyarakat yang mana hal ini dapat dilihat melalui jenis produk yang dihasilkan atau cara pelayanan yang diberikan, atau dimana pasar utamanya, atau segmentasi pelanggan yang dibidik. Kedua, tentang apa pandangan mereka terhadap lingkungan yang relevan dengan organisasi, apakah lingkungan ekonomi, politik, teknologi, sosial-budaya, atau yang lainnya. Ketiga, bagaimana pandangan mereka tentang posisi organisasi terhadap lingkungan, apakah organisasi mendominasi, atau didominasi oleh, atau seimbang dengan lingkungannya tersebut.


2.      Hakikat realitas dan kebenaran.
Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota organisasi tentang kaidah-kaidah linguistik dan keperilakuan yang menetapkan mana yang riil dan mana yang tidak, mana yang fakta, bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan, dan apakah kebenaran diungkapkan atau ditemukan. Terdapat empat dimensi dari aspek ini. Pertama, realitasfisik yang menyangkut persoalan criteria obyektif atas fakta. Kedua, realitas sosial yang mempersoalkan konsensus atas opini, kebiasaan, dogma, dan prinsip. Ketiga, realitas subyektif yang mempersoalkan pengalaman subyektif atas pendapat, kecenderungan, dan cita rasa pribadi. Keempat, Mengenai kriteria kebenaran yang berarti bagaimana kebenaran itu seharusnya ditentukan, apakah oleh tradisi, dogma, moral atau agama, pendapat orang-orang bijak atau orang-orang yang berwenang, proses hukum, resolusi konflik, uji coba, atau pengujian ilmiah.
3.      Hakikat sifat manusia.
Aspek ini menyangkut pandangan segenap anggota organisasi tentang apa yang dimaksud dengan manusia dan apa atribut-atribut yang dianggap intrinsik atau puncak? Terdapat dua dimensi dari aspek ini. Pertama, tentang sifat dasar manusia yaitu apakah manusia pada dasarnya bersifat baik, buruk, atau netral ? Kedua, mengenai perubahan sifat tersebut yaitu apakah sifat manusia itu tetap (tidak dapat berubah) ataukah dapat berubah dan disempurnakan? Mana yang lebih baik misalnya antara teori X atau teori Y ?
4.      Hakikat kegiatan manusia.
Aspek ini menyangkut pandangan semua anggota organisasi tentang hal-hal benar apa yang perlu dikerjakan oleh manusia atas dasar asumsi mengenai realitas, lingkungan, dan sifat manusia diatas, apakah ia harus aktif, pasif, pengembangan pribadi, fatalistik,atau yang lainnya? Apa yang dimaksud dengan kerja dan apa yang dimaksud dengan main? Dimensi utama dari aspek ini adalah sikap mental manusia terhadap lingkungan, yaitu apakah proaktif, reaktif, ataukah harmoni?


5.      Hakikat hubungan antar manusia.
Aspek ini menyangkut pandangan manusia tentang apayang dipandang sebagai cara yang benar bagi manusia untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan kekuasaan atau cinta? Apakah hidup ini kooperatif atau kompetitif; individualistic, kolaboratif kelompok atau komunal ? Yang jelas terdapat dua dimensi dari aspek ini. Pertama,struktur hubungan manusiawi yang memiliki alternatif linealitas, kolateralitas, atau individualitas. Kedua, struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi otokrasi, paternalisme, konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegialitas. Selanjutnya Schein menambahkan pula dua asumsi dasar lagi dalam karyanya tersebut sebagai subdimensi hakikat realitas dan kebenaran. Dua asumsi tambahan ini adalah :
6.      Hakikat waktu.
Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota organisasi tentang orientasi dasar waktu. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini. Pertama, arahan focus yang menyangkut masalalu, kini, dan masa mendatang. Kedua, konsep dasar waktu tentang apakah waktu itu bersifat linear (monokronik), atau polikronik, atau siklikal. Ketiga, tentang apakah ukuran waktu yang relevan yangberlaku dalam organisasi tersebut, yaitu apakah mempergunakan satuan detik, menit, jam, hari,minggu, bukan, tahun, dan seterusnya.
7.      Hakikat Ruang.
Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota organisasi mengenai konsepruang. Terdapat tiga dimensi dalam aspek ini. Pertama, ketersediaan ruang yang menyangkut apakah ruang itu tersedia, ataukah tersedia namun terbatas, ataukah terbatas dalam pandangan orang-orang tersebut. Kedua, penggunaan ruang sebagai simbol yang berkenaan dengan pandangan apakah ruang itu berfungsi sebagai status dan kekuasaan, atau untuk keakraban, atau berfungsi sangat pribadi. Ketiga, fungsi ruang sebagai norma 'jarak', yaitu jarak antara formal-informal , dan jarak antara sahabat-teman, serta jarak dalam pertemuan dan hubungan dengan orang luar. Ada tiga pendekatan dalam organisasi yaitu: pendekatan klasik, Neoklasik, dan modern. Sedangkan budaya organisasi merupakan bagian dari pendekatan modern, dimana aspek lingkungan akan membawa pengaruh dari budaya organisasi. Pada lingkungan yang sederhana akan terlihatbudaya organisasi yang sederhana pula. Organisasi memiliki suatu kepribadian seperti halnya individu. Kepribadian organisasi sama dengan budaya organisasi. Budaya organisasi adalah suatusistem pengertian yang diterima secara bersama sedangkan karekteristik utamanya adalah inisiatif  individual, tolerasni terhadap resiko, arah, integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas, sistemimbalan, toleransi kepada konflik dan pola-pola komunikasi.Hal tersebut disampaikan oleh Robbins, (1994:480) yang mengungkapkan bahwa budaya organisasi merupakan suatu perangkat nilai yang dianut bersama dan bersifat dominan dan koherenyang terungkap dalam bentuk simbolik, seperti cerita, mitos, legenda, slogan, lelucon dan dogeng. Defisini lain menegaskan, budaya organisasi merupakan pola dari asumsi dasar bentukkan, penemuan atau pengembangan oleh suatu kelompok dalam proses mengatasi masalah-masalah external dan internal, artinya bahwa persoalan-persoalan dapatasi dan survival bersifat external sedangkan persoalan-persoalan organisasi bersifat internal.Jadi budaya organisasi merupakan solusi yang secara konsisten dapat berjalan dengan baik bagi sebuah organisasi dalam persoalan-persoalan external dan internal sehingga menjadi pelajaranbagi setiap individu dalam organisasi sebagai suatu cara berfikir dan merasakan dalam hubungannya dengan masalah external survival. Yaitu bagaimana memahami misi dan startegi organisasi, tujuan organisasi dan sasaran-sasaran untuk memantau kemajuan organisasi melalui jaringan informasi. Juga masalah internal integrasi, yaitu bagaimana menggunakan bahasa yang sama, norma-norma yang berlaku, cara-cara mendelegasikan wewenag, pemberian penghargaan dan imbalan, serta cara-cara mengatasi persoalan yang tidak diramalkan sebelumnya.

2.     Budaya Kerja PT Telkom Indonesia
PT Telkom sudah ada sejak masa Hindia Belanda dan yang menyelenggarakan adalah pihak swasta. Sedangkan perusahaan Telekomunikasi Indonesia ( PT. TELKOM) sendiri juga termasuk bagian dari perusaahaan tersebut yang mempunyai bentuk badan usaha Post-en Telegraaflent dengan Staats blaad No.52 tahun 1884. Pada tahun 1961 menurut Peraturan Pemerintah No.240 bahwa Perusahaan Negara dilebur menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi yang dimuat dalam pasal 2 I.B. Pada tahun 1965 pemerintah membagi perusahaan Pos dan Telekomunikasi menjadi dua bagian yang berdiri sendiri yaitu Perusahaan Pos dan Giro (PN. Pos dan Giro) serta Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN.Telekomunikasi) yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.30 tahun 1965. Kemudian berdasarkan PP No. 15 tahun 1991, maka Perum dialihkan menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Untuk mengantisipasi tantangan pada lingkungan bisnis dan menjaga keunggulan kompetitif, PT Telkom Indonesia mulai melakukan proses perubahan. PT Telkom Indonesia mungkin salah satu pelaku perubahan tunggal terbesar dalam sejarah industry telekomunikasi. Perubahan PT Telokm Indonesia menyentuh empat aspek operasi: transformasi bisnis, transformasi infrastruktur, transformasi organisasi, dan transformasi sumber daya manusia dan budaya.
Transformasi budaya dimulai dengan perubahan identitas brand, yang dicapai melalui perubahan logo. Perubahan ini sejalan dengan perkembangan portofolio bisnis PT Telkom Indonesia TIME. Pernyataan brand positioning TELKOM dalam transformasi ini adalah “Life Confident”, yang ditunjukkan melalui brand values (Expertise, Empowering, Assured, Progressive and Heart) dan semboyan PT Telkom Indonesia “the world in your hand”. Saat ini The Telkom Way merupakan budaya Perusahaan yang memiliki harapan mampu memadukan seluruh elemen Perusahaan untuk dapat memberikan value terbaik kepada setiap pemangku kepentingan. 
“The Telkom Way”, ditetapkan sebagai cara bekerja insane TELKOM (as the way TELKOM work). Rumusan budaya korporasi terdiri dari:
  • Basic Belief: Committed 2 U. Makna singkatnya adalah komitmen Perusahaan dan seluruh jajaran nya untuk selalu memberikan yang terbaik kepada pemangku kepentingan dengan berpegang pada 7 norma etika, yaitu: Kejujuran, Transparansi, Komitmen, Kerjasama, Disiplin, Peduli dan Tanggung Jawab;
  • Corporate Values: TELKOM’s 5C. Merupakan nilai-nilai utama yang dianut oleh insan TELKOM dan merupakan manifestasi dari basic beliefs. Nilai-nilai tersebut adalah Commitment to the long term, Customer first, Caring Meritocracy, Co-creation of win-win partnerships, dan Collaborative innovation; dan
  • Key Behaviour: 15 Key Behaviours. Standar budaya yang dapat diamati berupa perilaku teladan, yang setidaknya harus dimiliki setiap insan TELKOM. 
PT TELKOM Tbk menggunakan The Telkom Way 135 sebagai budaya organisasi yang harus disepakati semua karyawannya. Pola 1-3-5 itu sendiri berarti;
1.      1 (Satu) Asumsi Dasar
2.      3 (Tiga) Nilai Inti yang Mencakup:
a.       Customer Value (Nilai Pelanggan)
b.      Excellent Service (Pelayanan yang Sempurna)
c.       Competent people (Orang-orang yang kompeten)
3.      5 (Lima) merupakan langkah perilaku untuk memenangkan persaingan, yang terdiri atas:
a.      Stretch The Goals,
b.      Simplify,
c.       Involve Everyone,
d.      Quality is My Job, and;
e.       Reward the Winners.
The Telkom Way 135 merupakan hasil penggalian dari perjalanan PT Telkom dalam mengarungi lingkungan yang terus berubah, dikristalisasi serta dirumuskan oleh berbagai inspirasi dari perusahaan lain dan berbagai tantangan dari luar. PT Telkom berharap dengan tersosialisasinya The Telkom Way 135, maka akan tercipta pengendalian cultural yang efektif terhadap cara rasa, cara memandang, cara berpikir, dan cara berperilaku. Hal ini selaras dengan teori pendekatan dalam mempelajari budaya organisasi, atau teori pendekatan Shared Basic Assumption yang di kemukakan oleh Edgar H. Schein.
Tidak mudah menerapkan nilai-nilai strategis itu kepada sekitar 28.000 karyawan PT TELKOM. Selain butuh waktu, menerapkan budaya organisasi itu tidak bisa langsung. Kalau tidak begitu, yang muncul biasanya penolakan. Untuk mengatasi penolakan tersebut, PT TELKOM punya tahapan sosialisasi sendiri. Tahapan, mulai dari:
awareness, atau menimbulkan kesadaran dari dalam diri para pegawai untuk memiliki jiwa atau perasaan yang sama dalam memandang perusahaan mereka,
understand, yaitu para pegawai diberikan pemahaman akan pentingnya memiliki rasa dan pandangan yang sama dalam memperlakukan perusahaan, dan yang terakhir adalah tahapan
socialiszation, yaitu tahapan setelah pegawai dibangkitkan rasa kesadarannya, dan mengertiakan esensi mengapa didalam sebuah perusahaan harus memiliki aturan atau kebijakan yang tentunya menyangkut pegawai, maka PT TELKOM melakukan gerakan mensosialisasikan The Telkom Way 135.
Jika tidak melalui tahapan-tahapan seperti itu, tidak bisa dipungkiri bahwa akan banyak respon yang mungkin tidak semua baik, pasti banyak pegawai yang resisten. Jika respon mereka sudah resisten, maka untuk selanjutnya akan lebih sulit untuk mensosialisasikannya. Oleh karena itu proses melakukan tahapan-tahapan membentuk budaya kerja didalam sebuah organisasi merupakan hal yang sangat penting.

3.     Perbandingan Budaya Kerja Antara PT PLN dengan PT Telkom Indonesia
Setiap perusahaan memiliki budaya tersendiri. Perkara seperti apa bentuknya. Itu tentu saja unique dan dipengaruhi banyak faktor (terutama visi misi dan program pemilik perusahaan, juga skala perusahaan, dan background mayoritas SDM dalam perusahaan tsb, dll). Tidak ada yang bisa mengatakan bahwa budaya organisasi di perusahaan A baik, dan diperusahaan B tidak baik. Yang ada adalah sesuai atau tidak sesuai. Budaya organisasi diperusahaan besar jelas beda dengan perusahaan menengah kebawah. Kalau budaya organisasi di PLN diterapkan di Telkom apakah hasilnya akan baik ? tentu saja jawabannya “belum tentu” karena keduanya memiliki budaya tersendiri yang unique. Telkom punya budaya tersendiri yang sesuai dengan mereka, begitu juga PLN, Pertamina, atau Microsoft, Google dll. Masing-masing memiliki budaya tersendiri.
Sesuatu yang dianggap benar di Perusahaan A belum tentu benar di Perusahaan B. Dan Sesuatu yang salah di Perusahaan A, belum tentu juga salah di Perusahaan B. Kecuali kalau kalau hal/kebiasaan yg dibahas hanya berdasar pada kaidah umum.
Idealnya adalah, organisasi bekerja untuk mencapai visi misi, melalui program-program yang tepat, dan pola kerja yang sesuai dengan target yang ditentukan. Jadi, semua kembali pada target dan realisasi. Dan visi kedepan perusahaan itu sendiri. Budaya organisasi bahkan harus bisa menjawab segala tantangan dimasa yang akan datang.
Ada dua hal yang tidak bisa dibantah dalam strategi perubahan organisasi. Pertama, perubahan organisasi adalah bicara perubahan budaya kerja yang ada dalam organisasi. Omong kosong besar organisasi bisa berubah kalau budayanya tidak berubah. Nah, karena peran dan personality pemimpin adalah sangat menentukan budaya organisasi yang dipimpinnya; maka perubahan budaya sangat lekat denga perubahan pola kepemimpinan. Kedua, seringkali perubahan organisasi sukses ketika ada pemimpin yang didukung dari ‘atas’ dan mampu menjangkau yang di ‘bawah’.  Artinya pemimpin itu politically competent dalam mempertemukan beragam kepentingan yang bermain dalam organisasi. Di tengah beragam agenda yang dimiliki banyak elemen dalam PLN, Dahlan semestinya punya agenda sendiri yang dia mau jalankan. Apapun agenda itu, seharusnya agenda itu bisa membuat semua sepakat dengan dia untuk merubah PLN menjadi penyedia jasa listrik yang memuaskan para pelanggannya. Oleh sebab itu, pemimpin yang sama sekali bukan orang PLN terdengar menjanjikan buat saya. Karena masalah di PLN itu ya simpel saja:  tidak ada perubahan budaya yang nyata.
Sedangkan salah satu usaha yang dilakukan PT TELKOM untuk mempercepat pelaksanaan budaya kerja The Telkom Way 135, yaitu digelarnya pertandingan antar divisi untuk mengetahui divisi mana yang sudah mendemonstrasikan budaya kerja tersebut. Divisi yang berhasil mendemonstrasikan budaya organisasi The Telkom Way 135 dengan paling tepat, maka akan mendapatkan reward.
 PT TELKOM menyadari bahwa penciptaan iklim kompetitif di dalam internal perusahaan merupakan bentuk stimulasi yang efektif dalam mewujudkan budaya organisasi yang diinginkan perusahaan. Karena ketika atmosfir kompetisi dimulai maka masing-masing divisi pasti akan memiliki rasa bangga dan semangat untuk menunjukan bahwa divisinya yang paling baik, ditambah lagi dengan diberikannya reward atas hasil kerja keras mereka.Dengan begitu dapat diketahui divisi manakah yang lebih dulu menerapkan nilai-nilai strategis tersebut. Di dalam memberikan reward pada para pegawainya, PT TELKOM berpijak pada Teori Perilaku Teori X dan Teori Y(X Y Behavior Theory) Douglas McGregor, sehingga didalam memperlakukan pegawai, PT TELKOM sebisa mungkin membuat para pegawai merasa dihargai, dan diapresiasi hasil kerja kerasnya oleh perusahaan, dengan begitu secara otomatis, para pegawai selalu termotivasi untuk benar-benar memberikan kontribusi terbesarnya untuk perusahaan. PT TELKOM berasumsi bahwa ketika pegawai melibatkan dirinya dalam pekerjaan secara total, maka diakhir pekerjaannya pegawai tersebut tidak akan merasa lelah, sebaliknya pegawai tersebut akan memperoleh kepuasaan kerja yang tidak ternilai  harganya. Ketika kondisi tersebut sudah dirasakan oleh pegawai, maka budaya organisasi The Telkom Way 135 yang dibentuk oleh perusahaan bisa dikatakan telah berhasil diterapkan kepada para pegawai, karena berpengaruh secara positif terhadap keterlibatan kerja pegawai. Sejak budaya organisasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 2002 lalu, PT TELKOM telah mengalami perubahan nilai-nilai strategis. Semuanya tergantung kondisi perusahaan saat itu. Contoh, ketika Bapak Sudaryanto menjadi Direktur Utama Telkom, pola budaya organisasi yang diterapkan adalah 3-2-1. Padahal sebelum Bapak Sudaryanto, Telkom telah menerapkan Budaya ARTI sebagai Budaya Organisasi yang diterapkan. Pola itu diterapkan ketika PN Telkom saat itu berubah dari Perusahaan Negara menjadi Perum. Kemudian perubahan terjadi lagi menyusul berubahnya status Perum menjadi Perusahaan Terbatas (PT).
Lalu nilai-nilai strategis budaya organisasi yangditerapkan itu berubah lagi mengiringi berubahnya status perusahaan Telkom dari hanya sekedar PT menjadi Tbk. Hingga kini PT TELKOM Tbk menggunakan 1-3-5 sebagai Budaya Organisasi yang harus disepakati semua karyawannya. Perubahan-perubahan itu memberikan hasil yang signifikan dampaknya terhadap produktivitas dan kinerja yang bagus, banyak pengaruhnya terhadap perusahaan. Kinerja PT TELKOM tetap terus meningkat. Kemudian produktivitas pegawai juga meningkat dan semangat kerja pegawai pun meningkat dengan adanya budaya itu. Budaya organisasi tersebut merupakan system control social di PT TELKOM sehingga pegawainya tersebut mempunyai satu kebudayaan yang relative sama. Dengan kebudayaan yang relative sama tersebut berdampak pada perilaku dan ways of thinking  para pegawai yang lain. Pada akhirnya tujuan PT TELKOM dapat lebih efektif karena PT TELKOM berhasil menciptakan pengendalian sistem sosial terhadap pegawainya melalui budaya kerja.




4.     Poin-poin/ hal penting mengenai Budaya Kerja

a.     PT PLN
-          Budaya Organisasi PT PLN adalah: Melayani dengan kualitas.
-          Nilai kepedulian akan membawa semua karyawan, baik itu bawahan ataupun atasan untuk saling peduli. Dimana bawahan peduli akan rencana dan target yang dimiliki oleh atasan dan atasan juga peduli terhadap kebutuhan bawahan, antara lain terhadap pengembangan karir mereka.
-          PT. PLN (Persero) sebagai salah satu BUMN harus meningkatkan kualitas sumber daya manusianya untuk meningkatkan efesiensi, efektivitas dan performance-nya.
-          Pada dasarnya Indikator yang menjadi karakterisitik adanya budaya organisasi adalah: insiatif individual, toleransi terhadap resiko, arah integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas, sistem imbalan, toleransi terhadap konflik dan pola-pola komunikasi.

b.    PT Telkom Indonesia
-          Pernyataan brand positioning TELKOM dalam transformasi ini adalah “Life Confident”, yang ditunjukkan melalui brand values (Expertise, Empowering, Assured, Progressive and Heart).
-          The Telkom Way merupakan budaya Perusahaan yang memiliki harapan mampu memadukan seluruh elemen Perusahaan untuk dapat memberikan value terbaik kepada setiap pemangku kepentingan. 
-          PT TELKOM Tbk menggunakan The Telkom Way 135 sebagai budaya organisasi yang harus disepakati semua karyawannya. Pola 1-3-5 itu sendiri berarti;
1). 1 (Satu) Asumsi Dasar
2). 3 (Tiga) Nilai Inti yang Mencakup:
a.          Customer Value (Nilai Pelanggan)
b.         Excellent Service (Pelayanan yang Sempurna)
c.          Competent people (Orang-orang yang kompeten)

3). 5 (Lima) merupakan langkah perilaku untuk memenangkan persaingan, yang terdiri atas:
a.      Stretch The Goals,
b.      Simplify,
c.       Involve Everyone,
d.      Quality is My Job, and;
e.       Reward the Winners.














Daftar Pustaka
Oktavia, Lidya. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Komitmen Afektif Melalui Kepuasan Kerja, (online). (http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/manajemen/article/view/5860 di akses 14 januari 2012)
Noname. 2012. Budaya Korporasi Dan Etika Bisnis, (online). (http://www.telkom.co.id/hubungan-investor/tata-kelola-perusahaan/budaya-korporasi-dan-etika-bisnis/ di akses 13 januari 2012)
Syukri, Siti Husna Ainu. 2006. Keterkaitan Budaya Perusahaan yang diterapkan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan dan Kinerja Karyawan, (online). (http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-sitihusnaa-28364 diakses 13 januari 2012)
Balqis, Kamila. 2009. Budaya Organisasi PT Telkom Indonesia, (online). (http://www.scribd.com/doc/25405111/PEMBAHASAN-BO diakses 13 januari 2012)
Lestari, Indah.  2010. Budaya Organisasi Perusahaan Listrik Negara, (online). (http://www.scribd.com/doc/77227376/Budaya-Organisasi-Tugas-Individu diakses 13 januari 2012)
Adhitya, Bayu. 2008. Tentang Budaya Organisasi, (online). (http://bayuadhitya.wordpress.com/2008/02/25/tentang-komitmen-dan-budaya-organisasi/ diakses 13 januari 2012)
Tika, Pabundu. 2008. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, (online). (http://id.shvoong.com/books/1882520-budaya-organisasi-dan-peningkatan-kinerja/ diakses 13 januari2012)

No comments:

Post a Comment