haii... kali ini saya ingin memposting budaya kerja dari 2 perusahaan negara, yaitu PLN dan Telkom.. semoga bermanfaat... ^^
Banyaknya
definisi tentang budaya organisasi diajukan oleh para pakar seperti halnya
Robbins (1996) yang telah mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu
"Persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu dan
menjadi suatu sistem dari makna bersama."Sementara itu, Schein (1991)
memilih definisi yang dapat menjelaskan bagaimana budaya berkembang, bagaimana
budaya itu menjadi seperti sekarang ini, atau bagaimana budaya dapat diubah
jika kelangsungan hidup organisasi sedang dipertaruhkan. Untuk itu diperlukan
definisi yang dapat membantu memahami kekuatan-kekuatan evolusi dinamik yang
mempengaruhi suatu budaya berkembang dan berubah. Schein akhirnya memberikan
definisi yang lebih dapat diterima oleh berbagai pihak yaitu bahwa budaya
organisasi merupakan: "A pattern of basic assumptions that a given
group has invented, discovered, or developed in learning to cope with
its problems of external adaptation and internal integration, and that have
worked well enough to be considered valid, and therefore, to perceive,
think, and feel in relation to those problems.
"Terdapat beberapa teori utama
budaya organisasi yang telah meluas dikenal di kalangan teoritisi dan praktisi
organisasi. Pertama adalah teori yang dikemukakan oleh Kluckhon-Strodtbeck
(dalam Robbins 1996) yang mengemukakan enam dimensi budaya dasar.
Masing-masing dimensi ini memiliki variasi yang membedakan antara budaya
yang satu dengan budaya lainnya.
Dimensi pertama adalah hubungan dengan lingkungan yang memiliki
variasi dominasi terhadap lingkungan, harmoni dengan lingkungan, dan tunduk
atau didominasi oleh lingkungan. Dimensi kedua adalah orientasi waktu yang
memiliki variasi tentang orientasi pada masa lalu, masakini, dan masa depan.
Dimensi ketiga adalah kodrat atau sifat dasar manusia yang bervariasi tentang
pandangan bahwa pada dasarnya manusia itu baik, atau buruk, atau campuran
antara baik dan buruk. Dimensi keempat adalah orientasi kegiatan yang memiliki
variasi adanya penekanan untuk melakukan tindakan, penekanan untuk menjadi atau
mengalami sesuatu, dan
penekanan pada upaya mengendalikan kegiatan. Dimensi kelima ialah fokus
tanggung jawab yang mempunyai variasi individualistis, kelompok, atau
hierarkis. Dimensi terakhir yaitu konsep ruang yang tumpuan variasinya terletak
pada kepemilikan ruang yang terbagi pada variasi pribadi, publik atau umum, dan
campuran antara keduanya.Teori
berikutnya diungkapkan oleh Hofstede (1980 dan 1984) setelah mempelajari budaya
organisasi berbagai negara yang akhirnya melahirkan empat dimensi budaya,
yaitu: individualisme, jarak kekuasaan, penghindaran ketidak-pastian, dan
tingkat maskulinitas. Individualisme berarti kecenderungan akan kerangka sosial
yang terajut longgar dalam masyarakat dimana individu dianjurkan untuk menjaga
diri mereka sendiri dan keluarga dekatnya. Kolektivisme berarti kecenderungan
akan kerangka sosial yang terajut ketat dimana individu dapat mengharapkan
kerabat, suku, atau kelompok lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas
loyalitas mutlak. Isu utama dalam dimensi ini adalah derajat
kesaling-tergantungan suatu masyarakat diantara anggota-anggotanya. Hal ini
berkait dengan konsep diri masyarakat :
"saya" atau "kami". Jarak kekuasaan merupakan suatu ukuran dimana anggota dari
suatu masyarakat menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak
didistribusikan secara merata. Hal ini mempengaruhi perilaku anggota masyarakat
yang kurang berkuasa dan yang berkuasa. Orang-orang dalam masyarakat yang
memiliki jarak kekuasaan besar menerima tatanan hirarkis dimana setiap orang
mempunyai suatu tempat yang tidak lagi memerlukan justifikasi. Orang-orang
dalam masyarakat yang berjarak kekuasaan kecil menginginkan persamaan kekuasaan
dan menuntut justifikasi atas perbedaan
kekuasaan.Isu utama atas dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat
menangani perbedaan diantara penduduk ketika hal tersebut terjadi. Hal ini
mempunyai konsekuensi jelas terhadap cara orang-orang membangun lembaga dan organisasi mereka (Hofstede 1983). Penghindaran ketidakpastian merupakan tingkatan dimana
anggota masyarakat merasa taknyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas.
Perasaan ini mengarahkan mereka untuk mempercayai kepastian yang menjanjikan
dan untuk memelihara lembaga-lembaga yang melindungipenyesuaian. Masyarakat
yang memiliki penghindaran ketidakpastian yang kuat menjaga kepercayaan dan
perilaku yang ketat dan tidak toleran terhadap orang dan ide yang
menyimpang.Masyarakat yang mempunyai penghindaran ketidakpastian yang lemah
menjaga suasana yang lebih santai dimana praktek dianggap lebih dari prinsip
dan penyimpangan lebih dapat ditoleransi. Isu utama dalam dimensi ini adalah
bagaimana suatu masyarakat bereaksi atas fakta yang datang hanya sekali dan
masa depan yang tidak diketahui. Apakah ia mencoba mengendalikan masa depan
atau membiarkannya berlalu. Seperti halnya jarak kekuasaan, penghindaran
ketidakpastian memiliki konsekuensi akan cara orang-orang mengembangkan
lembaga dan organisasi mereka. Maskulinitas berarti kecenderungan dalam
masyarakat akan prestasi, kepahlawanan,ketegasan, dan keberhasilan material.
lawannya, feminitas berarti kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan,
perhatian pada yang lemah, dan kualitas hidup. Isu utama pada dimensi ini
adalah cara masyarakat mengalokasikan peran sosial atas perbedaan jenis
kelamin. Semangat penelitian Hofstede (dalam Gibson & Ivanicevich &
Donnely 1996) ini mengundang perkembangan telaah budaya organisasi yang semakin
meluas di kalangan teoritisi organisasi dan manajemen. Namun demikian beberapa
kritik tetap dilontarkan berkaitan dengan keterbatasan penelitian tersebut
untuk digeneralisasikan, serta keraguan akan validitas dan reliabilitas
instrumen penelitian yang dipergunakan. Selain itu, kritik terutama tertuju
pada kemampuan empat dimensi tersebut menjelaskan budaya yang sesungguhnya
sehingga dianggap kurang mampu menjelaskan fenomena budaya yang jauh lebih
kompleks. Hofstede juga mengasilkan suatu metodologi yang dapat
mengidentifikasikan tiga tingkatan budaya:
1.
Artifacts
Struktur atau proses
organisasional yang dapat diamati tetapi sulit untuk ditafsirkan.
2.
Espoused
Values
Suatu tingkatan budaya yang sudah menjadi tujuan, strategi
atau filsafat.
3.
Basic
Uderlaying Assumptions
Suatu
tingkatan budaya yang sduah menjadi suatu kepercayaan,presepsi, perasaan dan sebagainya,
yang menjadi sumber nilai dan tindakan.
1.
Budaya Kerja PT PLN
Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah suatu perusahaan
negara yang pengelolaannya ditujukan untuk melayani masyarakat. Sebagai
perusahaan pemerintah, PLN dapat dikategorikan sebagai perusahaan jasa
kelistrikan yang mengandalkan kualitas pelayanan jasa yang diberikan pada
masyarakat. PLN juga merupakan perusahaan yang memproduksi listrik melalui
Unit-unit pembangkitnya. Kunci Budaya Organisasi PT PLN adalah: Melayani dengan kualitas.
Sebagaimana sebuah perusahaan
negara, PLN banyak mendapatkan sorotan dari berbagai pihak mengenai efektivitas
kerja dalam organisasi dan kualitas layanan yang diberikan. Oleh karena itu
peningkatan kualitas dan efektivitas kerja menjadi sangat penting. Hal ini
dapat dilihat dari seberapa besar tingkat efektivitas
organisasi dalam melaksanakan fungsinya. Sebuah organisasi akan dapat bertahan
hidup dan akan dapat berkembang apabila mampu beroperasi secara efektif.
Tuntutan yang dihadapi PT. PLN (persero) sebagai salah satu BUMN adalah tekanan
untuk meningkatkan kesejahteraan stakeholder -nya, baik itu
pemerintah, manajemen, kustomer, supplier, distributor dan sebagainya. Bentuk
kongkritnya adalah regulation & political pressure, PT. PLN (Persero)
dituntut memberikan pelayanan terbaik dengan biaya atau subsidi yang seminimal
mungkin. Social pressure, PT. PLN (Persero) menghadapi tekanan yang
semakin besar bagi masyarakat untuk menghasilkan produk yang sangat murah dan
berkualitas tinggi. Untuk itu mekanisme penetapan harga dan subsidi sangat
penting. Secara internal PT. PLN (Persero) dituntut untuk ekonomis dan efisien
agar menjadi entitas bisnis yang tangguh dan profesional sehingga memiliki daya
saing secara global. Fokus yang harus diperhatikan oleh PT. PLN (Persero)
adalah economy, efficiency, effectiveness, equity
and performance. Dengan kondisi seperti ini, peranan PT. PLN
(Persero) dapat berfungsi sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pengembanan
ekonomi daerah (engine of growth dan
sebagai center of economic activity).
Budaya organisasi merupakan pemegang peran penting dalam
pencapaian target perusahaan. Budaya baru yang dikembangkan perusahaan telah
ditetapkan PT. PLN (Persero) melalui pedoman perilaku (code of conduct) menjelaskan bagaimana hubungan yang seharusnya terjadi
antara atasan terhadap bawahan, bawahan terhadap atasan dan juga hubungan
dengan rekan kerja. Didalam buku yang ditetapkan oleh Kantor Pusat PT. PLN
(Persero) tersebut juga sudah menerangkan Visi PT. PLN (Persero) yaitu diakui
sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang, ungul dan terpercaya
dengan bertumbuh pada potensi insani. Dari pengertian visi ini dapat dilihat
adanya kebutuhan akan pengembangan potensi yang harus dimiliki oleh setiap
karyawan, sehingga karyawan dapat membawa perusahaan terus berkembang juga
unggul dalam bidangnya.Pengembangan potensi individu ini sangat bergantung
kepada bagaimana perusahaan membentuk pengembangan karir pegawai, dan hal ini
sangat berpengaruh pada budaya perusahaan. Didalam buku code of
conduct tersebut juga dijelaskan nilai-nilai yang seharusnya menjadi
dasar terbentuknya budaya perusahaan. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah
saling percaya, integritas, peduli dan pembelajar. Jika nilai-nilai tersebut
dapat diterapkan dengan baik dalam perusahaan maka pengembangan potensi
individu tersebut akan menjadi lebih baik. Nilai saling percaya mendorong suasana
kerja yang kondusif antara atasan dan bawahan. Nilai integritas akan membawa
kerja sama dalam suasana kompetisi yang baik. Sedangkan nilai kepedulian akan
membawa semua karyawan, baik itu bawahan ataupun atasan untuk saling peduli.
Dimana bawahan peduli akan rencana dan target yang dimiliki oleh atasan dan
atasan juga peduli terhadap kebutuhan bawahan, antara lain terhadap
pengembangan karir mereka. Nilai pembelajar merupakan nilai yang sangat
berpengaruh secara siginifikan terhadap pengembangan potensi individu. Jika
karyawan memiliki tingkat nilai pembelajar yang tinggi maka akan semakin
mudah untuk meningkatkan kemampuan mereka. Tingkat nilai pembelajar ini juga
sangat berpengaruh terhadap pengembangan karir mereka, dimana setiap karyawan
akan menilai dan meningkatkan potensi dirinya sebelum menentukan rencana
karir mereka.
Budaya yang ada dalam buku code of conduct merupakan budaya dominan
yang merupakan panduan perilaku dari para karyawan sehari-harinya. Budaya
dominan merupakan kepribadian organisasi secara keseluruhan yang membedakan
PT.PLN (Persero) terhadap perusahaan lainnya. Budaya dominan ini akan
dipengaruhi oleh kultur-kultur lain yang tumbuh didalam organisasi, yang secara
spesifik ditumbuhkan oleh perbedaaan geografis dimana unit-unit PT. PLN
(Persero) berada. Budaya yang telah
dipengaruhi ini akan membentuk suatu budaya lemah (weak culture) yang
menjadi suatu sub budaya baru.
Pengaruh sub budaya ini
justru lebih sering dipengaruhi budaya lama yang sudah ada sebelumnya pada
unit-unit perusahaan tersebut berada. PT. PLN (Persero) Sektor Tello. Sektor
Tello merupakan sub unit yang berada di Makassar, dimana pengaruh budaya lokal
juga mempengaruhi Dominant Culture yang telah dibuat oleh Kantor Pusat
PT. PLN (Persero) dan membentuk suatu subculture. Pengaruh budaya ini
antara lain adalah masih terlihat dengan jelas bagaimana keterikatan keluarga
yang masih kental. Pengaruh sub budaya ini juga sangat mempengaruhi pembentukan
pengembangan karir karyawan. Dimana kedekatan akan karyawan yang memiliki
hubungan keluarga dekat lebih diperhatikan dibandingkan yang tidak memiliki hubungan
sama sekali. Pembentukan sub budaya ini semakin kuat ketika agen perubahan
budaya (top management ) unit juga masih menggunakan budaya
setempat. Sumber daya yang terpenting pada organisasi adalah sumber daya
manusia, karena bagaimanapun baiknya organisasi, lengkap sarana dan fasilitas
kerja, semuanya tidak akan mempunyai arti penting tanpa manusia yang mengatur,
menggunakan dan memeliharanya. Oleh karena pentingnya kedudukan sumber daya
manusia dalam mendukung keberhasilan perusahaan ataupun organisasi dalam
mencapai tujuannya, maka pengeluaran perusahaan untuk menarik mengembangkan dan
mempertahankan karyawan bukan lagi dianggap sebagai biaya,
tetapi investasi. Karyawan adalah asset perusaaan yang harus selalu
ditingkatkan kualitasnya, yang nantinya akan berpengaruh
pada produktivitas dan profibilitas perusahaan jangka panjang. Dalam
pemikiran bahwa sumber daya manusia memiliki kedudukan yang semakin penting maka
pengelolaan sumber daya ini memerlukan perhatian khusus agar organisasi dapat
mencapai tujuannya terutama dalam menghadapi lingkungan bisnis yang semakin
kompetitif. PT. PLN (Persero) sebagai salah satu BUMN harus meningkatkan
kualitas sumber daya manusianya untuk meningkatkan efesiensi, efektivitas dan performance-nya.
Perubahan yang terjadi dalam tubuh PT.PLN (Persero) mendorong pencapaian visi
PT. PLN (Persero) yaitu diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh
kembang, unggul dan terpercaya dengan bertumbuh pada potensi insani. Nilai-nilai
yang muncul dan diakui sebagai pedoman dalam perilaku karyawan PT. PLN
(Persero) adalah saling, percaya, integritas, peduli dan pembelajar. Melalui
nilai-nilai tersebut maka diharapkan PT. PLN (Persero) dapat memberikan
pelayanan jasa ketenaga listrikan yang terbaik dan memenuhi standart ketenaga
listrikan yang dapat diterima dunia internasional dan mewujudkan hal itu dengan
bertumpu pada kapabilitas seluruh warganya. Nilai-nilai yang diakui tersebut
menjadi akar daribudaya organisasi PT. PLN (Persero) Sektor Tello. Pada
dasarnya Indikator yang menjadi karakterisitik adanya budaya organisasi adalah:
insiatif individual, toleransi terhadap resiko, arah integrasi, dukungan
manajemen, kontrol, identitas, sistem imbalan, toleransi terhadap konflik dan
pola-pola komunikasi. Budaya organisasi melalui indikator-indikator tersebut
yang akan menunjukkan apakah budaya organisasi tersebut memberi pengaruh
terhadap motivasi kerja karyawan melalui metode pengembangan karir karyawan. Berikut
ini akan menganalisa hubungan antara
budaya yang terjadi terhadap pengembangan karir karyawan.
Beberapa dimensi asumsi dasar tersebut adalah :
1. Keterkaitan lingkungan organisasi.
Aspek ini mengamati asumsi yang lebih mendasar tentang
hubungan manusia dengan alam dan lingkungan. Dapat dinilai dengan bagaimana
anggota-anggota kunci organisasi memandang hubungan tersebut. Terdapat tiga
dimensi dari aspek ini. Pertama tentang bagaimana mereka memandang peran
organisasi dalam masyarakat yang mana hal ini dapat dilihat melalui jenis
produk yang dihasilkan atau cara pelayanan yang diberikan, atau dimana
pasar utamanya, atau segmentasi pelanggan yang dibidik. Kedua, tentang apa
pandangan mereka terhadap lingkungan yang relevan dengan organisasi, apakah
lingkungan ekonomi, politik, teknologi, sosial-budaya, atau yang lainnya.
Ketiga, bagaimana pandangan mereka tentang posisi organisasi terhadap
lingkungan, apakah organisasi mendominasi, atau didominasi oleh, atau seimbang
dengan lingkungannya tersebut.
2. Hakikat realitas dan kebenaran.
Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota organisasi
tentang kaidah-kaidah linguistik dan keperilakuan yang menetapkan mana yang
riil dan mana yang tidak, mana yang fakta, bagaimana kebenaran akhirnya
ditentukan, dan apakah kebenaran diungkapkan atau ditemukan. Terdapat empat
dimensi dari aspek ini. Pertama, realitasfisik yang menyangkut persoalan
criteria obyektif atas fakta. Kedua, realitas sosial yang mempersoalkan
konsensus atas opini, kebiasaan, dogma, dan prinsip. Ketiga, realitas subyektif
yang mempersoalkan pengalaman subyektif atas pendapat, kecenderungan, dan cita
rasa pribadi. Keempat, Mengenai kriteria kebenaran yang berarti bagaimana
kebenaran itu seharusnya ditentukan, apakah oleh tradisi, dogma, moral atau
agama, pendapat orang-orang bijak atau orang-orang yang berwenang, proses
hukum, resolusi konflik, uji coba, atau pengujian ilmiah.
3. Hakikat sifat manusia.
Aspek ini menyangkut pandangan segenap anggota organisasi
tentang apa yang dimaksud dengan manusia dan apa atribut-atribut yang dianggap
intrinsik atau puncak? Terdapat dua dimensi dari aspek ini. Pertama, tentang
sifat dasar manusia yaitu apakah manusia pada dasarnya bersifat baik, buruk,
atau netral ? Kedua, mengenai perubahan sifat tersebut yaitu apakah
sifat manusia itu tetap (tidak dapat berubah) ataukah dapat berubah
dan disempurnakan? Mana yang lebih baik misalnya antara teori X atau teori Y ?
4. Hakikat kegiatan manusia.
Aspek ini menyangkut pandangan semua
anggota organisasi tentang hal-hal benar apa yang perlu dikerjakan oleh manusia
atas dasar asumsi mengenai realitas, lingkungan, dan sifat manusia diatas,
apakah ia harus aktif, pasif, pengembangan pribadi, fatalistik,atau yang
lainnya? Apa yang dimaksud dengan kerja dan apa yang dimaksud dengan main?
Dimensi utama dari aspek ini adalah sikap mental manusia terhadap lingkungan,
yaitu apakah proaktif, reaktif, ataukah harmoni?
5. Hakikat hubungan antar manusia.
Aspek ini menyangkut pandangan manusia tentang apayang
dipandang sebagai cara yang benar bagi manusia untuk saling berhubungan, untuk
mendistribusikan kekuasaan atau cinta? Apakah hidup ini kooperatif atau
kompetitif; individualistic, kolaboratif kelompok atau komunal ? Yang jelas
terdapat dua dimensi dari aspek ini. Pertama,struktur hubungan manusiawi yang
memiliki alternatif linealitas, kolateralitas, atau individualitas. Kedua,
struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi otokrasi, paternalisme,
konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegialitas. Selanjutnya Schein menambahkan
pula dua asumsi dasar lagi dalam karyanya tersebut sebagai subdimensi hakikat
realitas dan kebenaran. Dua asumsi tambahan ini adalah :
6. Hakikat waktu.
Aspek ini berkaitan dengan pandangan
anggota organisasi tentang orientasi dasar waktu. Terdapat tiga dimensi dari
aspek ini. Pertama, arahan focus yang menyangkut masalalu, kini, dan masa
mendatang. Kedua, konsep dasar waktu tentang apakah waktu itu bersifat
linear (monokronik), atau polikronik, atau siklikal. Ketiga, tentang
apakah ukuran waktu yang relevan yangberlaku dalam organisasi tersebut, yaitu
apakah mempergunakan satuan detik, menit, jam, hari,minggu, bukan,
tahun, dan seterusnya.
7. Hakikat Ruang.
Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota
organisasi mengenai konsepruang. Terdapat tiga dimensi dalam aspek
ini. Pertama, ketersediaan ruang yang menyangkut apakah ruang itu tersedia,
ataukah tersedia namun terbatas, ataukah terbatas dalam pandangan orang-orang
tersebut. Kedua, penggunaan ruang sebagai simbol yang berkenaan dengan
pandangan apakah ruang itu berfungsi sebagai status dan kekuasaan, atau untuk
keakraban, atau berfungsi sangat pribadi. Ketiga, fungsi ruang sebagai norma
'jarak', yaitu jarak antara formal-informal , dan jarak antara
sahabat-teman, serta jarak dalam pertemuan dan hubungan dengan orang
luar. Ada tiga pendekatan dalam organisasi yaitu: pendekatan klasik,
Neoklasik, dan modern. Sedangkan budaya organisasi merupakan bagian dari
pendekatan modern, dimana aspek lingkungan akan membawa pengaruh dari budaya
organisasi. Pada lingkungan yang sederhana akan terlihatbudaya organisasi yang
sederhana pula. Organisasi memiliki suatu kepribadian seperti halnya individu.
Kepribadian organisasi sama dengan budaya organisasi. Budaya organisasi adalah
suatusistem pengertian yang diterima secara bersama sedangkan karekteristik
utamanya adalah inisiatif individual,
tolerasni terhadap resiko, arah, integrasi, dukungan manajemen, kontrol,
identitas, sistemimbalan, toleransi kepada konflik dan pola-pola komunikasi.Hal tersebut
disampaikan oleh Robbins, (1994:480) yang mengungkapkan bahwa budaya organisasi
merupakan suatu perangkat nilai yang dianut bersama dan bersifat dominan dan
koherenyang terungkap dalam bentuk simbolik, seperti cerita, mitos, legenda,
slogan, lelucon dan dogeng. Defisini lain menegaskan, budaya organisasi
merupakan pola dari asumsi dasar bentukkan, penemuan atau pengembangan oleh
suatu kelompok dalam proses mengatasi masalah-masalah external dan internal,
artinya bahwa persoalan-persoalan dapatasi dan survival bersifat external sedangkan
persoalan-persoalan
organisasi bersifat internal.Jadi budaya organisasi merupakan solusi yang secara konsisten
dapat berjalan dengan baik bagi sebuah organisasi dalam persoalan-persoalan
external dan internal sehingga menjadi pelajaranbagi setiap individu dalam organisasi sebagai suatu
cara berfikir dan merasakan
dalam hubungannya dengan masalah
external survival. Yaitu bagaimana memahami misi dan startegi organisasi,
tujuan organisasi dan sasaran-sasaran untuk memantau kemajuan organisasi
melalui jaringan informasi. Juga masalah internal integrasi, yaitu bagaimana
menggunakan bahasa yang sama, norma-norma yang berlaku, cara-cara mendelegasikan
wewenag, pemberian penghargaan dan imbalan, serta cara-cara mengatasi persoalan
yang tidak diramalkan sebelumnya.
2.
Budaya
Kerja PT Telkom Indonesia
PT
Telkom sudah ada sejak masa Hindia Belanda dan yang menyelenggarakan adalah pihak
swasta. Sedangkan perusahaan Telekomunikasi Indonesia (
PT. TELKOM) sendiri juga termasuk bagian dari perusaahaan tersebut yang mempunyai bentuk badan usaha Post-en
Telegraaflent dengan Staats blaad No.52 tahun 1884. Pada tahun 1961
menurut Peraturan Pemerintah No.240 bahwa Perusahaan
Negara dilebur menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi yang
dimuat dalam pasal 2 I.B. Pada tahun 1965 pemerintah membagi perusahaan Pos dan
Telekomunikasi menjadi dua bagian yang berdiri sendiri yaitu Perusahaan Pos dan Giro (PN. Pos dan Giro) serta Perusahaan
Negara Telekomunikasi (PN.Telekomunikasi) yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah
No.30 tahun 1965. Kemudian berdasarkan PP No. 15
tahun 1991, maka Perum dialihkan menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Untuk mengantisipasi tantangan pada
lingkungan bisnis dan menjaga keunggulan kompetitif, PT Telkom Indonesia mulai
melakukan proses perubahan. PT Telkom Indonesia mungkin salah satu pelaku
perubahan tunggal terbesar dalam sejarah industry telekomunikasi. Perubahan PT
Telokm Indonesia menyentuh empat aspek operasi: transformasi bisnis,
transformasi infrastruktur, transformasi organisasi, dan transformasi sumber
daya manusia dan budaya.
Transformasi budaya dimulai dengan
perubahan identitas brand, yang dicapai melalui perubahan logo. Perubahan ini
sejalan dengan perkembangan portofolio bisnis PT Telkom Indonesia TIME.
Pernyataan brand positioning TELKOM dalam transformasi ini adalah “Life
Confident”, yang ditunjukkan melalui brand values (Expertise, Empowering,
Assured, Progressive and Heart) dan semboyan PT Telkom Indonesia “the world in
your hand”. Saat ini The Telkom Way merupakan budaya Perusahaan yang memiliki
harapan mampu memadukan seluruh elemen Perusahaan untuk dapat memberikan value
terbaik kepada setiap pemangku kepentingan.
“The Telkom Way”, ditetapkan sebagai
cara bekerja insane TELKOM (as the way TELKOM work). Rumusan budaya korporasi
terdiri dari:
- Basic Belief: Committed 2 U. Makna singkatnya
adalah komitmen Perusahaan dan seluruh jajaran nya untuk selalu memberikan
yang terbaik kepada pemangku kepentingan dengan berpegang pada 7 norma
etika, yaitu: Kejujuran, Transparansi, Komitmen, Kerjasama, Disiplin,
Peduli dan Tanggung Jawab;
- Corporate Values: TELKOM’s 5C. Merupakan
nilai-nilai utama yang dianut oleh insan TELKOM dan merupakan manifestasi
dari basic beliefs. Nilai-nilai tersebut adalah Commitment to the long
term, Customer first, Caring Meritocracy, Co-creation of win-win partnerships,
dan Collaborative innovation; dan
- Key Behaviour: 15 Key Behaviours. Standar
budaya yang dapat diamati berupa perilaku teladan, yang setidaknya harus
dimiliki setiap insan TELKOM.
PT TELKOM Tbk menggunakan The
Telkom Way 135 sebagai budaya organisasi yang harus disepakati semua
karyawannya. Pola 1-3-5 itu sendiri berarti;
1.
1 (Satu) Asumsi Dasar
2.
3 (Tiga) Nilai Inti yang Mencakup:
a.
Customer Value (Nilai Pelanggan)
b.
Excellent Service (Pelayanan yang Sempurna)
c.
Competent people (Orang-orang yang kompeten)
3.
5 (Lima) merupakan langkah perilaku untuk memenangkan persaingan,
yang terdiri atas:
a.
Stretch The Goals,
b.
Simplify,
c.
Involve Everyone,
d.
Quality is My Job, and;
e.
Reward the Winners.
The Telkom Way 135 merupakan
hasil penggalian dari perjalanan PT Telkom dalam mengarungi lingkungan yang
terus berubah, dikristalisasi serta dirumuskan oleh berbagai inspirasi dari
perusahaan lain dan berbagai tantangan dari luar. PT Telkom berharap dengan
tersosialisasinya The Telkom Way 135, maka akan tercipta pengendalian cultural
yang efektif terhadap cara rasa, cara memandang, cara berpikir, dan cara
berperilaku. Hal ini selaras dengan teori pendekatan dalam mempelajari budaya
organisasi, atau teori pendekatan Shared Basic Assumption yang di kemukakan
oleh Edgar H. Schein.
Tidak mudah menerapkan nilai-nilai strategis
itu kepada sekitar 28.000 karyawan PT TELKOM. Selain butuh waktu, menerapkan budaya
organisasi itu tidak bisa langsung. Kalau
tidak begitu, yang muncul biasanya penolakan. Untuk mengatasi penolakan tersebut, PT TELKOM punya tahapan sosialisasi sendiri. Tahapan, mulai dari:
awareness, atau menimbulkan
kesadaran dari dalam diri para pegawai untuk memiliki jiwa atau
perasaan yang sama dalam memandang perusahaan mereka,
understand, yaitu para pegawai diberikan pemahaman
akan pentingnya memiliki rasa dan pandangan yang sama dalam memperlakukan
perusahaan, dan yang terakhir adalah tahapan
socialiszation, yaitu tahapan setelah pegawai dibangkitkan rasa
kesadarannya, dan mengertiakan esensi mengapa didalam sebuah perusahaan harus
memiliki aturan atau kebijakan yang tentunya menyangkut pegawai, maka PT
TELKOM melakukan gerakan mensosialisasikan The
Telkom Way 135.
Jika tidak melalui tahapan-tahapan
seperti itu, tidak bisa dipungkiri bahwa akan banyak respon yang mungkin
tidak semua baik, pasti banyak pegawai yang resisten. Jika respon mereka
sudah resisten, maka untuk selanjutnya akan lebih sulit untuk mensosialisasikannya.
Oleh karena itu proses melakukan tahapan-tahapan membentuk budaya kerja didalam sebuah organisasi
merupakan hal yang sangat penting.
3.
Perbandingan Budaya Kerja Antara PT PLN dengan PT
Telkom Indonesia
Setiap perusahaan memiliki budaya
tersendiri. Perkara seperti apa bentuknya. Itu tentu saja unique dan
dipengaruhi banyak faktor (terutama visi misi dan program pemilik perusahaan,
juga skala perusahaan, dan background mayoritas SDM dalam perusahaan tsb, dll).
Tidak ada yang bisa mengatakan bahwa budaya organisasi di perusahaan A baik,
dan diperusahaan B tidak baik. Yang ada adalah sesuai atau tidak sesuai. Budaya
organisasi diperusahaan besar jelas beda dengan perusahaan menengah kebawah.
Kalau budaya organisasi di PLN diterapkan di Telkom apakah hasilnya akan baik ?
tentu saja jawabannya “belum tentu” karena keduanya memiliki budaya tersendiri
yang unique. Telkom punya budaya tersendiri yang sesuai dengan
mereka, begitu juga PLN, Pertamina, atau Microsoft, Google dll. Masing-masing
memiliki budaya tersendiri.
Sesuatu yang dianggap benar di
Perusahaan A belum tentu benar di Perusahaan B. Dan Sesuatu yang salah di
Perusahaan A, belum tentu juga salah di Perusahaan B. Kecuali kalau kalau
hal/kebiasaan yg dibahas hanya berdasar pada kaidah umum.
Idealnya adalah, organisasi bekerja
untuk mencapai visi misi, melalui program-program yang tepat, dan pola kerja
yang sesuai dengan target yang ditentukan. Jadi, semua kembali pada target dan
realisasi. Dan visi kedepan perusahaan itu sendiri. Budaya organisasi bahkan
harus bisa menjawab segala tantangan dimasa yang akan datang.
Ada dua hal yang tidak bisa dibantah dalam strategi
perubahan organisasi. Pertama, perubahan organisasi adalah bicara perubahan
budaya kerja yang ada dalam organisasi. Omong kosong besar organisasi bisa
berubah kalau budayanya tidak berubah. Nah, karena peran dan personality pemimpin adalah sangat menentukan
budaya organisasi yang dipimpinnya; maka perubahan budaya sangat lekat denga
perubahan pola kepemimpinan. Kedua, seringkali perubahan organisasi sukses
ketika ada pemimpin yang didukung dari ‘atas’ dan mampu menjangkau yang di
‘bawah’. Artinya pemimpin itu politically competent dalam mempertemukan beragam
kepentingan yang bermain dalam organisasi. Di tengah beragam agenda yang
dimiliki banyak elemen dalam PLN, Dahlan semestinya punya agenda sendiri yang
dia mau jalankan. Apapun agenda itu, seharusnya agenda itu bisa membuat semua
sepakat dengan dia untuk merubah PLN menjadi penyedia jasa listrik yang
memuaskan para pelanggannya. Oleh sebab itu, pemimpin yang sama sekali bukan
orang PLN terdengar menjanjikan buat saya. Karena masalah di PLN itu ya simpel
saja: tidak ada perubahan budaya yang nyata.
Sedangkan salah satu usaha yang dilakukan PT TELKOM untuk mempercepat pelaksanaan budaya kerja The Telkom Way 135, yaitu digelarnya pertandingan antar divisi untuk mengetahui divisi mana yang sudah
mendemonstrasikan budaya kerja tersebut.
Divisi yang berhasil mendemonstrasikan budaya organisasi The Telkom Way 135 dengan paling tepat, maka akan mendapatkan reward.
PT TELKOM menyadari bahwa penciptaan iklim kompetitif
di dalam internal perusahaan merupakan bentuk
stimulasi yang efektif dalam mewujudkan
budaya organisasi yang diinginkan perusahaan. Karena ketika atmosfir
kompetisi dimulai maka masing-masing divisi pasti akan memiliki rasa bangga dan semangat untuk menunjukan bahwa
divisinya yang paling baik, ditambah lagi dengan diberikannya reward atas hasil kerja keras mereka.Dengan begitu dapat diketahui divisi manakah yang lebih
dulu menerapkan nilai-nilai strategis
tersebut. Di dalam memberikan reward pada para pegawainya, PT
TELKOM berpijak pada Teori Perilaku Teori X dan Teori Y(X Y Behavior
Theory) Douglas McGregor, sehingga didalam memperlakukan pegawai, PT TELKOM sebisa mungkin membuat para
pegawai merasa dihargai, dan
diapresiasi hasil kerja kerasnya oleh perusahaan, dengan begitu secara otomatis, para pegawai selalu termotivasi untuk
benar-benar memberikan kontribusi terbesarnya untuk perusahaan. PT
TELKOM berasumsi bahwa ketika pegawai melibatkan dirinya dalam pekerjaan secara
total, maka diakhir pekerjaannya pegawai tersebut
tidak akan merasa lelah, sebaliknya pegawai
tersebut akan memperoleh kepuasaan kerja yang tidak ternilai harganya.
Ketika kondisi tersebut sudah dirasakan oleh pegawai, maka budaya organisasi The Telkom Way 135 yang dibentuk oleh
perusahaan bisa dikatakan telah berhasil diterapkan
kepada para pegawai, karena berpengaruh secara positif terhadap keterlibatan
kerja pegawai. Sejak budaya organisasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 2002
lalu, PT TELKOM telah mengalami perubahan
nilai-nilai strategis. Semuanya tergantung kondisi perusahaan saat itu. Contoh,
ketika Bapak Sudaryanto menjadi Direktur Utama Telkom, pola budaya organisasi yang
diterapkan adalah 3-2-1. Padahal sebelum
Bapak Sudaryanto, Telkom telah menerapkan Budaya ARTI sebagai Budaya Organisasi
yang diterapkan. Pola itu diterapkan ketika
PN Telkom saat itu berubah dari Perusahaan Negara menjadi Perum. Kemudian perubahan
terjadi lagi menyusul berubahnya status Perum menjadi Perusahaan Terbatas (PT).
Lalu nilai-nilai strategis budaya
organisasi yangditerapkan itu berubah lagi mengiringi berubahnya status
perusahaan Telkom dari hanya sekedar PT menjadi Tbk. Hingga
kini PT TELKOM Tbk menggunakan 1-3-5 sebagai Budaya Organisasi
yang harus disepakati semua karyawannya. Perubahan-perubahan
itu memberikan hasil yang signifikan dampaknya terhadap produktivitas dan
kinerja yang bagus, banyak pengaruhnya terhadap perusahaan. Kinerja PT TELKOM tetap terus meningkat. Kemudian produktivitas pegawai juga meningkat dan semangat
kerja pegawai pun meningkat dengan
adanya budaya itu. Budaya organisasi tersebut merupakan system control social di PT TELKOM sehingga pegawainya
tersebut mempunyai satu kebudayaan yang
relative sama. Dengan kebudayaan yang relative sama tersebut berdampak
pada perilaku dan ways of thinking para pegawai yang lain. Pada akhirnya tujuan PT TELKOM dapat
lebih efektif karena PT TELKOM berhasil menciptakan pengendalian
sistem sosial terhadap pegawainya melalui budaya kerja.
4.
Poin-poin/ hal penting mengenai Budaya Kerja
a.
PT PLN
-
Budaya
Organisasi PT PLN adalah: Melayani
dengan kualitas.
-
Nilai kepedulian akan membawa semua karyawan, baik itu bawahan
ataupun atasan untuk saling peduli. Dimana bawahan peduli akan rencana dan
target yang dimiliki oleh atasan dan atasan juga peduli terhadap kebutuhan
bawahan, antara lain terhadap pengembangan karir mereka.
-
PT. PLN (Persero) sebagai salah satu BUMN harus meningkatkan
kualitas sumber daya manusianya untuk meningkatkan efesiensi, efektivitas dan performance-nya.
-
Pada dasarnya Indikator yang menjadi karakterisitik adanya budaya
organisasi adalah: insiatif individual, toleransi terhadap resiko, arah
integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas, sistem imbalan, toleransi
terhadap konflik dan pola-pola komunikasi.
b.
PT Telkom Indonesia
-
Pernyataan brand positioning TELKOM
dalam transformasi ini adalah “Life Confident”, yang ditunjukkan melalui brand
values (Expertise, Empowering, Assured, Progressive and Heart).
-
The Telkom Way merupakan budaya
Perusahaan yang memiliki harapan mampu memadukan seluruh elemen Perusahaan
untuk dapat memberikan value terbaik kepada setiap pemangku kepentingan.
-
PT TELKOM Tbk menggunakan The
Telkom Way 135 sebagai budaya organisasi yang harus disepakati semua
karyawannya. Pola 1-3-5 itu sendiri berarti;
1). 1 (Satu) Asumsi
Dasar
2). 3 (Tiga) Nilai Inti
yang Mencakup:
a.
Customer Value (Nilai Pelanggan)
b.
Excellent Service (Pelayanan yang Sempurna)
c.
Competent people (Orang-orang yang kompeten)
3). 5 (Lima) merupakan
langkah perilaku untuk memenangkan persaingan, yang terdiri atas:
a.
Stretch The Goals,
b.
Simplify,
c.
Involve Everyone,
d.
Quality is My Job, and;
e. Reward the Winners.
Daftar
Pustaka
Oktavia, Lidya. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap
Komitmen Afektif Melalui Kepuasan Kerja, (online). (http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/manajemen/article/view/5860
di akses 14 januari 2012)
Noname. 2012. Budaya Korporasi Dan Etika Bisnis,
(online). (http://www.telkom.co.id/hubungan-investor/tata-kelola-perusahaan/budaya-korporasi-dan-etika-bisnis/
di akses 13 januari 2012)
Syukri, Siti Husna Ainu. 2006. Keterkaitan Budaya Perusahaan yang diterapkan Terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan dan Kinerja Karyawan, (online). (http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-sitihusnaa-28364
diakses 13 januari 2012)
Balqis, Kamila. 2009. Budaya Organisasi PT Telkom Indonesia,
(online). (http://www.scribd.com/doc/25405111/PEMBAHASAN-BO
diakses 13 januari 2012)
Lestari,
Indah. 2010. Budaya Organisasi Perusahaan Listrik Negara, (online). (http://www.scribd.com/doc/77227376/Budaya-Organisasi-Tugas-Individu
diakses 13 januari 2012)
Adhitya,
Bayu. 2008. Tentang Budaya Organisasi,
(online). (http://bayuadhitya.wordpress.com/2008/02/25/tentang-komitmen-dan-budaya-organisasi/
diakses 13 januari 2012)
Tika,
Pabundu. 2008. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja
Perusahaan, (online). (http://id.shvoong.com/books/1882520-budaya-organisasi-dan-peningkatan-kinerja/ diakses 13
januari2012)
No comments:
Post a Comment